Minggu, 14 November 2010

// // Leave a Comment

THE ARC Chapter 1 : My Prologue of Love

Sebentar lagi ulang tahun Ayu, aku berharap dapat memberikan hadiah yang bisa membuatnya mengingatku. Aku dan ayu sudah berpacaran selama 3 tahun. Dari kelas 3 SMP hingga sekarang kelas 3 SMA. Ya Ayu adalah wanita yang cantik, dan menawan. Mungkin semua lelaki akan jatuh cinta padanya jika langsung bertemu dengannya. Sungguh beruntung diriku dapat menjadi kekasihnya.



Hari ini aku berencana ke rumah Ayu. Aku sengaja datang siang agar orang tuanya tak tahu kehadiranku karena jika mereka tahu, bisa-bisa batal rencanaku. Memang tidak nyaman jika berpacaran depan orang tua. Aku datang sekitar jam 1 siang. Ke dua orang tua Ayu adalah PNS, sehingga paling tidak mereka datang jam 5. Kalau tidak salah sekarang Ayu sedang ektrakulikuler. Kemungkinan datang jam 4 dia akan tiba di rumah. Setiba disana aku pun merasa heran. Tumben gerbangnya tak di tutup rapat?? Aku dan bersama temanku (Temanku ikut mengantar) Gery pun langsung menuju kamar Ayu. Aku sudah menyiapkan hadiah buat aku jadikan surprise buat Ayu, katanya dia suka banget dengan boneka babi. Jadi aku belikan yang spesial buat dia. Ketika sampai depan pintu rumahnya ada keanehan, tidak terkunci??? Kenapa?? Lalu aku membukanya, aku pun penasaran kenapa rumah tak di kunci begini. Aku pun langsung menuju kamar ayu dan aku mendengar suara dibalik kamarnya. Kemudian aku membuka pintu, aku terhenyak sejenak. Aku tak percaya dengan yang aku lihat, Ayu dan seseorang lelaki yang tak kukenal telah melakukan…….. mereka pun terkaget melihatku. Tanpa sadar aku meneteskan air mata. Kalian tentu bisa merasakan, bagaimana kekasih kalian tidur dengan orang yang lain dan kalian melihatnya dengan mata kepala kalian sendiri. Aku tak percaya, hal ini bisa terjadi. Marah ya aku sangat marah, kecewa ya aku sangat kecewa, sakit ya aku sangat sakit. Ayu yang melihatku langsung mengenakan pakiannya. Pria itu pun tampak malu-malu atau tak tahu malu masih telanjang.

“Ayu………………” kataku.

“Eric…” katanya.

“Sepertinya tak perlu ada yang kamu jelaskan lagi Yu, selamat tinggal..” kataku.

Aku meletakan hadiah yang akan keberikan di depannya. Gery temanku hanya diam saja menyaksikan hal itu. Mungkin dia tak berkata apa-apa. Sama seperti aku yang langsung membisu semua itu aku lihat sendiri.



Keesokannya aku putuskan tak bersekolah. Aku diam di kamar dan duduk di lantai. Aku seperti orang gila. Aku tak mampu berpikir. Hanya ada air mata, walaupun aku lelaki, jika disakiti seperti ini menangispun tak mampu dibendung. Ayu terus mengirimi aku sms, tak jarang dia langsung menelpon. Tapi aku tak peduli, bagiku apa yang aku lihat itulah kenyataannya. Hingga menjelang malam aku masih duduk seperti itu. Ibuku yang memanggilku tak aku hiraukan. Hingga pagi aku tetap seperti ini. Kemudian Ibuku mengatakan kalau Ayu datang menjengukku. Aku pun seketika emosi, dan langsung keluar menghampiri Ayu. Ayu tampak menangis mungkin dia menangis karena kejadian itu.

“Eric, Maafin aku,….” Kata Ayu.

“Aku dah maafkan kamu Yu.. tapi maaf jika kamu meminta kesempatan padaku itu tak akan ada. Jadi, silahkan pergi, sebelum aku kasar terhadapmu.” Kataku.

Ayu tanpa sepatah kata pun menangis dan langsung pergi. Sebenarnya hatiku sakit, tapi aku tak bisa melanjutkan hubungan yang terkhianati seperti ini. Aku tak bisa, bagiku cukup sudah ini pengalaman buatku.



Sejak itu aku berusaha menghindari yang namanya “Wanita” karena di mataku semua wanita itu sama. Aku tak percaya dengan cinta. Cinta bagiku “Bullshit”. Cinta hanya ada di dongeng. Namun sebenernya jauh di lubuk hatiku. Aku masih membutuhkan itu semua. Banyak teman-temanku selalu menanyakan kenapa aku bisa putus dengan Ayu aku hanya menjawab “kita hanya tidak cocok saja”. Aku tak ingin kejadian ini tersebar, dan Gery pun juga sudah aku beritahukan. Memang tak pantas aku ceritakan. Aku tak ingin membuat dia malu.



Akhirnya kelulusan sekolah. Setelah ini aku harap bisa membuka hidup baru. Ya hidup baru dengan hati yang masih tertutup. Aku tak tahu harus melanjutkan kemana setelah lulus. Untungnya orang tuaku pengertian sehingga mereka tak memaksaku untuk segara melanjutkan ke perguruan tinggi. Aku pun berpikir dengan mengisi waktu ini dengan bekerja, setelah melamar ke sana ke sini akhirnya aku diterima di sebuah warnet. Ya mungkin pekerjaan tak seberapa dan gajinya juga kecil tapi paling tidak aku tak membuang waktuku hanya di rumah untuk makan dan tidur. Mungkin ini adalah tonggak awalku dalam menjalani hidup.

To-be continue

0 komentar:

Posting Komentar