Jumat, 27 Agustus 2010

// // Leave a Comment

Kisah Cinta Sejati II

Sudah 2 tahun sejak aku berada di negeri Sakura. Rasanya sangat merindukan Indonesia. Hubunganku bersama Dinda juga baik. Walaupun terpisah jauh, aku sangat mencintainya. Memang tak bisa dipungkiri disini banyak godaan. Apa lagi banyak gadis di sini sangat cantik. Tentu saja mata boleh melirik, tapi hati tetap buat kekasihku, Dinda.


Bulan ini aku kan kembali ke Indonesia. Setelah Study singkatku di negeri Sakura berakhir bulan depan. Aku bersyukur pihak sponsor sangat baik padaku dan telah memberikan semua kebutuhanku. Semoga saja ilmu yang aku dapatkan dapat berguna dalam meraih masa depan serta cita-citaku di Indonesia. Sesaat aku kembali teman wanitaku Akane memberi aku kenang-kenangan gantungan kunci. Ya tentu saja aku berterima kasih. Akane memang sangat baik padaku. Dialah yang selalu membantu aku selama aku tingga di Jepang. Memang cantik, tapi kami hanya sekedar teman.


Aku pun menuju bandara. Tak lupa aku mengabari seluruh teman-teman yang ada di Indonesia lewat facebook kalau aku akan pulang ke Indonesia. Dinda pasti saat ini sedang menunggu aku. Aku sangat rindu Dinda. Bukan hanya Dinda, Orang tuaku pun sangat aku rindukan. Aku rindu dengan masaka Ibuku. Aku benar-benar penasaran apa yang berubah ketika aku pulang ke Indonesia. Di dalam pesawat pun aku masih memikirkan semua kerabat yang ada di Indonesia. Sungguh menyenangkan rasanya dapat kembali.


Pesawat pun tampak telah mendarat. Akhirnya aku sampai juga di Indonesia. Sungguh lega rasanya dan rasa rindu yang tak terkira pada rumah sendiri. Tampak ketika aku keluar bandara Dinda menungguku. Kami pun berpelukan dan berciuman. Rasanya rindu sekali pada Dinda. Aku pun masuk mobil dan Dinda mengantar aku pulang kerumah. Aku dan Dinda mengobrol tentang apa saja pengalamanku di Jepang. Rasanya sudah lama aku dan Dinda tak mengobrol seperti ini. Walaupun kami sering chatting tapi memang lebih enak mengobrol secara langsung.
“Rama… sejak kamu gak ada aku benar-benar kesepiaan..” kata Dinda.
“Lohh?? Bukannya kita sering ngobrol lewat chatting???” tanyaku.
“Yahh tapi kan kamu jauh disana Sayang…… Ohh ya besok kita jalan yuks.. Mau ya … yaa….??” Kata Dinda.
“Ya cinta…. Pastinya aku mau.. heheheheeh” jawabku.
Sungguh menyenangkan rasanya bisa melepas rinduku pada Dinda. Dia memang wanita yang sempurna buatku. Sesampainya dalam perjalan menuju rumah. Kedua orang tuaku menunggu di depan rumah.
“Rama… akhirnya kamu pulang juga.. Ibu sangat rindu padamu nak…” kata Ibuku.
“Ya Bu.. Aku juga sangat merindukan Ibu… “ Jawabku.
“Bagaimana keadaan kamu selama di Jepang nak????” tanya Ayahku.
“Ya baik-baik Saja ayah..aku harus menyesuaikan keadaan cuaca di sana. Sehingga aku sering mengalami kesulitan dalam kesehatanku Yah..” jawabku.
“Ya udah.. ngobrolnya di dalam saja.. Nak Dinda juga ikut masuk ya…” kata Ibuku.
“Ya Bu…. “ jawab Dinda.
Akhirnya kami mengobrol hingga tengah malam. Kedua orang tuaku pun tertidur pada akhirnya. Tentu saja hal ini tak akan aku sia-siakan untuk bermesaraan dengan Dinda. Maklum, kami tak pernah bermesraan selama pacaran. Aku dan Dinda saling berciuman. Sungguh semua rasa rindu, cinta dan kasih kamu tampak dalam semua kemesraan itu. Yahh kalian bisa bayangkan apa yang terjadi pada akhirnya. Malam Itu Dinda menginap bersamaku.


Besoknya aku dan Dinda jalan-jalan bersama. Kita pergi ke pantai, ke Mall dan ketempat dimana ingin kita pergi. Rasanya Dinda sangat bahagia pada saat itu. Ekspresi kebahagiaan yang sungguh menyejukan hatiku.
“Rama ada yang aku mau kasi buat kamu…..” kata Dinda.
“Apa???” tanyaku.
“Ini……” Sambil mengeluarkan barang dalam tasnya. “ini kalung buat Rama.. supaya kalau kamu tidur bisa ingat aku…. Aku juga punya pasangannya” Kata Dinda.
“Wahhh bagus banget.. kalung dengan bentuk hati… makasi ya Dinda…” Kataku.
“ya sayang.. di balik kalung itu ada nama aku dan kamu cinta… jadi aku harap kamu gak bakal lupakan cinta kita….” Kata Dinda.
“Ya tentu saja….. aku cinta kamu” kataku.
“Aku juga Rama… aku cinta kamu..” Jawab Dinda.
Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untukku. Sungguh bahagia semua yang aku inginkan aku dapatkan. Rasanya hidupku sudah sempurna. Benar-benar aku tak mampu harus berkata apa pada yang maha kuasa.


Hubungan dengan Dinda semakin erat. Rasanya kami sudah saling mencintai. Dinda pun tahu apa kekurangan dan kelebihanku. Begitu pula padaku yang mengetahui kelebihan dan kekurangan Dinda. Sehingga membuat kami langsung merencanakan pernikahan. Apa lagi sekarang aku sudah mendapat pekerjaan yang cukup bagus. Aku yakin aku bisa menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik bersama Dinda dan pekerjaanku sekarang. Keluarga Dinda dan Keluargaku pun telah setuju dengan pernikahan kami. Bulan Agustus adalah bulan yang tepat untuk kami melangsungkan pernikahan. Karena di Bulan itu kami jadian dan menjalin kasih.
Namun tampaknya kebahagiaan itu hanya mimpi yang sempurna. Seminggu sebelum pernikahan aku dan Dinda. Handphone-ku berdering ketika aku sedang menyiapkan busana yang akan digunakan pada saat pernikahan.
“Halo … Ini dengan Rama????” Suara di telpon tersebut.
“Ya ini Rama .. Ini dengan siapa ya????” tanyaku.
“Ini aku Rina.. temen Dinda… Rama ada kabar yang Sangat Buruk!!!” Kata Rina sambil menangis.
“ohhh ya Rin.. Ada apa Rina???” Tanyaku.
“Dinda…. Dinda… Dinda kecelakaan.. dia Ketabrak Truk.. pas aku sama dia lagi di jalan pagi… Hik.. hikzz.. hik… “ Kata Rina.
“APA…..!!!! Sekarang kamu dimana nie???” tanyaku.
“Aku lagi di rumah sakit…. Hikkzzz hik…” Jawabnya.
Tanpa panjang pikir aku pun ke rumah sakit yang di katakan Rina. Sesampainya aku di rumah sakit, aku sudah terlambat. Dinda tak tertolong lagi.
“Kami sudah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Kekasih anda… tapi sayang saat dibawa kesini keadaannya sangat parah… mohon tabah pak..” kata Dokter.
Aku hanya terdiam mendengar kata dokter tersebut. Rasanya aku tidak percaya sama sekali. Dinda yang begitu aku sayangi, Cintai, dan kasihi kini pergi dan tak kembali. Air mataku jatuh tanpa bisa berteriak. Kini dia pergi selamanya. Apakah aku bisa menjalani hidup tanpa Dinda??


Setelah kejadian itu, walau keluarga tampak terpukul dengan kepergian Dinda. Namun mereka tak henti-hentinya memberi aku semangat. Sayangnya bagiku hidup sangat tidak berarti. Dinda pergi dengan meninggalkan kenangan-kenangan yang begitu banyak. Demi melupakan kenangan itu, aku terus diskotik. Meninggalkan semua yang ada di hidup ini. Narkoba dari ganja dan sabu-sabu aku gunakan. Semua bisa memberi aku kepuasan. Pekerjaanku terbengkalai, karena aku banyak membolos. Pada akhirnya aku dikeluarkan dari pekerjaan. Hidup aku berantakan dengan semua ini. Kenapa Tuhan memberi aku derita di tengah kebahagiaanku bersama Dinda?? Kenapa DIA mengambilnya dariku?? Dosa apakah yang aku ciptakan hingga TUHAN menghukum aku seperti ini.


Hidupku yang makin hancur akhirnya di ketahui oarang tuaku. Saat aku terkena Overdosis menggunakan pil ekstasi. Dalam ketidaksadaranku overdosis. Aku melihat Dinda menunggu aku disana. Tampaknya aku kan bersamanya di surga.
“Dinda…. Akhirnya kita bisa bersama lagi.. aku menderita sejak kamu pergi…” kataku
“Rama… aku sedih lihat kamu seperti ini… aku selalu bersama kamu di hati aku.. kamu jangan merusak diri kamu Rama… karena aku sudah bahagia di sini.. Kalau kamu cinta pada aku.. Kamu harus bisa hidup tanpa aku..” kata Dinda.
“Dinda.. kamu harus tahu… aku tak mampu hidup tanpa kamu… Please bawa aku bersama kamu…” kataku.
“Rama… aku gak bisa… Kamu harus bahagia ya.. please.. aku bisa tenang di sini kalau kamu bahagia…. Karena cintaku padamu gak akan mati Rama.. aku selalu mencintaimu..” Kata Dinda.
Dalam cahaya yang sangat terang aku pun terbangun dan membuka mata. Aku melihat seseorang disampingku. Ternyata Ibu, yang disampingku.
“Bu….. Bu….” kataku lemah.
“Haaahh Rama.. Anakku… “ kata ibuku sambil menangis.
Ibuku pun menangis sambil mencium keningku. Aku sungguh merasa bersalah dengan Ibuku. Aku memang tidak tahu diri. Selama ini aku telah menyia-nyiakan hidupku. Maafkan aku Ibu.


Sejak itu aku berusaha menata hidupku yang berantakan. Aku menyadari bahwa dunia ini tak ada yang abadi. Tuhan telah memberi aku pelajaran, bahwa merelakan memang sangat berat dari mendapatkan. Di saat itu semua telah di lalui, maka hidup ini bisa dijalani dengan lebih baik. Dan aku yakin, Dinda tak akan senang melihat hidup aku menderita.

Tamat.

0 komentar:

Posting Komentar