Jumat, 17 September 2010

// // Leave a Comment

Sebuah Kata Penyesalan

Banyak kesalahan yang aku perbuat. Aku telah menyakiti seorang wanita. Mungkin aku ini lelaki terbodoh yang pernah ada. Ketika ada seseorang yang mencintaiku, aku malah mengkhianati cintanya. Memang tak bisa aku pungkiri dalam hubungan itu penuh godaan. Akan tetapi aku membuat kesalahan yang sama sebanyak 2 kali. Sungguh aku lelaki terbodoh.



Aku mencoba menghubungi Riska dan meminta maaf padanya atas semua yang telah aku lakukan. Tampaknya dia tak akan mendengarkan semua penyesalan aku. Sudah aku hubungi lewat telepon namun tak dijawab, sudah aku sms namun tak dibalas. Ya Tuhan, bagaimana caranya aku meyakinkan dia bahwa aku menyesal.



Sudah banyak cara aku lakukan padanya agar dia mau mendengar semua penyesalan aku. Dari cara yang baik-baik hingga cara yang gila. Salah satunya aku sempat bersujud di depan kelasnya untuk memaafkan semua kesalahanku dan memberi aku kesempatan. Mungkin harga diriku sebagai lelaki akan jatuh karena cara ini. Namun aku tak peduli karena aku mencintai Riska.

“Riska… maafkan semua kesalahan aku, aku menyesal dengan semua yang terjadi.. izinkan aku untuk memperbaiki segalanya. Aku mohon Ris.. Aku mohon banget sama kamu…” kataku sambil bersujud.

“Maaf ya Wan… aku sudah tidak memiliki rasa padamu. Aku sudah memaafkan kamu, tapi maaf aku tidak bisa memberikan apa yang kamu minta.” Katanya

Akhirnya Riska pergi dan kembali ke kelas. Aku tak bisa menahan kesedihanku. Hingga akhirnya teman-temanku menghibur diriku.

“Sudahlah Iwan, dia sudah tidak mau lagi menerima kamu.. terimalah kenyataan. Cewek lain kan masih banyak..” kata Surya.

“Ya Wan… aku sebenernya gak tega lihat kamu kayak gini… ayoo berdiri. Sebentar lagi mau pelajaran. Kita ke kelas dulu.” kata Adhi.

“Thanks ya kawan… “ kataku.

Akhirnya aku pun kembali ke kelas dengan perasaan yang penuh kesedihan. Untunglah aku masih memiliki teman-teman yang mengerti aku.



Sejak itu aku berusaha untuk melupakan Riska. Meski aku tahu itu sulit, namun aku ini harus aku lakukan demi kehidupanku. Aku tak ingin mengharapkan cinta dari Riska. Aku sadar bahwa cinta tak harus memiliki. Jika dengan tidak bersamaku membuatnya bahagia maka itulah yang harus aku terima. Karena aku sadar aku terlalu egois dalam mencintai seseorang. Maafkan aku Tuhan.



Sudah 2 tahun aku tak menjalin kasih dengan seorang wanita. Kini aku sudah bekerja di warnet sambil melanjutkan kuliahku. Hingga saat ini masih sulit aku melepaskan bayang Riska dari pikiranku. Walaupun aku tak pernah mendengar kabarnya lagi sejak aku lulus SMA. Memang sejak putus dari Riska banyak wanita yang mendekatiku. Namun aku hanya menganggap mereka teman biasa saja.



Hari ini adalah libur kuliah. Ini sangat menguntungkan bagiku untuk melepas sejenak aktifitasku. Tiba-tiba Handphone ku berdering. Tampaknya Surya menelponku.

“Ya Sur, ada apa??” kataku.

“Bro… keluar yuk.. Aku sumpek nie di rumah gak ada kerjaan..” kata Surya.

“Ya udah deh.. kamu atau aku yang jemput??” tanyaku.

“Aku aja.. pake mobilku, sekalian aku mau servis mobil Ayah aku…” katanya.

“Okay….” kataku.

Akhirnya aku dan Surya keluar bersama. Kami pergi tak jelas entah kemana. Ya maklum aku dan Surya hobi ngukur jalan. Tapi tiba-tiba aku terkaget saat seseorang wanita hampir kami tabrak. Aku pun keluar dan berhenti. Betapa kagetnya aku melihat ternyata yang kami hampir tabrak adalah Riska. Aku pun membawa ke rumah sakit bersama Surya.



Aku dan Surya berada di rumah sakit. Menunggu hasil kepastian dokter. Sekilas aku melihat tubuh Riska tampak pucat. Akhirnya dokter keluar dan memberi tahu hasilnya pada kami.

“Dok.. bagaimana keadaan dia Dok???” tanyaku.

“Keadaan sekarang sudah membaik. Tampaknya si pasien mengalami kelelahan dan satu hal yang perlu anda tahu bahwa pasien kini dalam keadaan hamil 2 bulan..” kata Dokter.

“Apa hamil????” kataku terkaget.

Kami berdua mendengar penjelasan dokter. Sebenarnya apa yang terjadi pada Riska?? Mengapa dia bisa hamil?? Siapa yang menghamili dia??

“Bro… aku gak nyangka kalau Riska bisa hamil.. kayaknya kita harus beritahu orang tuanya karang..” kata Surya.

“Aku sudah hubungi orang tuanya,tapi sama sekali tidak ada tanggapan. Kalau begini kita harus tunggu Riska sadar dulu.. eemhh tapi buat masalah biaya aku…”

“Tenang aja Wan, aku dah urus itu.. Sekarang kita tunggu aja dia sadar.. okay??” kata Surya.

“Okay….” Jawabku.

Kita berdua pun menunggu Riska siuman. Melihat Riska membuat aku teringat kan kenang-kenanganku bersamanya. Aku menyadari aku masih memiliki hati terhadapnya. Namun aku ragu apakah dia juga sama? Sepertinya tidak, kini dia hamil dan pasti lelaki yang menghamilinya yang dia cintai.



Akhirnya riska siuman. Kemudian dia langsung ingin bangun,tapi aku menghalanginya. Riska tampaknya terkejut melihat aku.

“Iwan, kenapa kamu ada di sini??” tanya Riska.

“Aku yang membawamu ke sini. Tadi kamu pingsan di jalan Riska. Sebaiknya kamu istirahat saja dulu. Semuanya sudah aku dan Surya yang urus.” kataku.

“Terima kasih ya…” katanya.

“Ris.. sebenarnya kamu kenapa?? Aku telah mendengar hasil pemeriksaan tadi..” kataku.

Riska pun menangis. Aku pun hanya bisa melihatnya menangis. Kemudian ia menceritakan semuanya. Ternyata dia dihamili oleh sepupunya. Akan tetapi lelaki itu tidak mau bertanggung jawab. Aku benar-benar emosi dan marah mendengar cerita tersebut, namun aku tetap tenang walau tanganku sudah sangat mengepal keras. Gara-gara kejadian ini dia diusir oleh ke dua orang tuanya. Tidak heran mengapa kedua orang tua Riska seperti itu. Karena keluarga Riska cukup terpandang dan mungkin malu apa yang terjadi terhadapnya.



Aku pun berusaha membujuk Riska untuk kembali ke rumah dan menyelsaikan masalahnya. Aku pun turut membantunya. Aku tidak ingin melihat Riska seperti ini. Akhirnya dengan segala bujuk rayuku aku mampu membawa Riska pulang. Aku pun bertemu dengan keluarganya dan ikut dalam pembicaraan keluarganya. Sebenarnya ini bukan urusanku, namun Riska memaksa aku untuk ikut.

“Riska… jujur pada Ibu.. siapa yang menghamilimu.!! Jika kamu tidak jujur.!! Ibu tidak akan menganggapmu sebagai anak.!!” kata Ibu Riska.

“Kamu sebagai anak tidak tahu diuntung!!! Sekarang katakan Siapa yang menghamilimu!! Seperti wajah kami dilempari kotoran saja!!” kata Ayah Riska.

Riska tidak menjawab. Dia hanya bisa menangis ketika ditanya Ibunya. Aku mengerti kenapa Riska tak mau menjawabnya. Jika ia mengatakannya, maka itu akan bisa membuat konflik di keluarganya. Aku tidak tahan melihat Riska menangis.

“Ibu.. maaf sebelumnya. Yang menghamili Riska adalah Saya.. Saya akan menikahi dia.” kataku.

Riska tampak terkejut mendengarkan hal itu. Ibu dan Ayah nampak tak percaya. Tentu saja, aku dan Riska sudah lama tidak berhubungan bagaimana mungkin aku bisa menghamilinya. Akhirnya keluarga Riska pun setuju dan akan mempersiapkan pernikahan sesegara mungkin. Setelah pertemua itu Riska pun menanyakan kenapa aku mau menikahinya.

“Iwan kenapa kamu melakukan hal ini?? Ini bukan tanggung jawabmu..” kata Riska.

“Riska.. memang benar ini bukan tanggung jawabku. Aku tahu betul bagaimana perasaanmu. Aku juga tidak menginginkan ini terjadi. Tapi air matamu, membuat aku tak bisa membuat diam saja.,” kataku.

“Tapi tetap saja…..”

“Riska… Aku masih mencintai kamu. Jujur aku tak bisa melupakanmu. Sejak putus darimu aku mulai bisa menerima semuanya. Aku menyadari kekeliruan aku. 2 tahun adalah waktu yang lama bagiku untuk bisa melupakanmu. Tapi sayangnya hatiku tetap saja tak dapat dibohongi.” kataku.

“Iwan… Andai saja aku menerimamu waktu itu dan percaya kau kan berubah. Pasti tidak akan menjadi seperti. Aku benar-benar menyesal dengan semua yang terjadi..” kata Riska.

“Aku juga menyesal… Tapi sekarang bukan waktunya memikirkan penyesalan.. Aku kan menikahimu, dan akan merawat anak itu seperti anakku.” kataku.

Mendengar hal itu, Riska langsung memelukku. “Maafkan aku Iwan, Terima kasih…..” aku pun memelukanya erat. Aku sadar ini salah. Tapi aku rela berkorban demi Riska karena aku mencintainya.



Pernikahan kami pun berjalan. Walau pada awalnya kedua orang tuaku kaget mendengar hal ini akhirnya aku mereka menerimanya juga. Aku terpaksa berbohong pada mereka kalau akulah yang menghamili Riska. Jika tak seperti itu tentu saja orang tuaku kan menentangnya. Ya Tuhan, maafkan aku telah berbohong pada orang tuaku. Walaupun aku berbohong, aku harap ini langkah yang tepat bagiku. Cinta kadang butuh pengorbanan yang besar.



TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar